Minggu, 01 November 2009

PENGARUH SIKAP KONSUMEN DALAM PENERAPAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP BRAND LOYALTY AIR MINERAL MEREK AQUA (STUDI KASUS PADA MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ISIPOL USU)

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Persaingan di dunia bisnis yang semakin berkembang, menuntut perusahaan untuk terus mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan lingkungan. Perusahaan yang senantiasa meningkatkan daya saingnya, dalam pertumbuhannya terus maju dan berorientasi ke masa depan merupakan perusahaan yang sukses, bukan hanya dari segi intern yang mampu menghasilkan laba, dan mensejahterakan karyawannya, tetapi juga sukses dari segi ekstern yaitu mampu memberdayakan dan memberikan kontribusi untuk masyarakat umum. Perusahaan yang melaksanakan tanggung jawabnya sebagai perusahaan yang sukses berarti memiliki kepedulian yang besar kepada pihak-pihak yang memberikan kontribusi terhadap keberlangsungan usaha perusahaan. Pihak intern merupakan pihak-pihak yang berhubungan langsung dalam kegiatan operasional dan pengambilan keputusan perusahaan, karenanya suatu perusahaan haruslah menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Namun, tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya sampai pada pihak intern saja, perusahaan juga bertanggung jawab pada pihak ekstern terutama masyarkat umum.
Keberadaan perusahaan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi masyarakat dan perekonomian suatu Negara dalam bentuk membuka lapangan kerja, menghasilkan pendapatan untuk Negara melalui pajak dan memberikan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun kelangsungan hidup suatu perusahaan tidak terlepas dari peran masyarakat sekitar yang turut memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi perusahaan dalam bentuk penyediaan faktor-faktor produksi guna menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Ketatnya persaingan bisnis antar perusahaan, dan dengan alasan efisiensi, sering kali perusahaan mengabaikan hal-hal yang menyangkut kerusakan lingkungan, kesejahteraan karyawan dan masyarakat sekitar, serta kepedulian sosial lainnya.
Mengingat begitu besarnya kontribusi masyarakat umum terhadap perusahaan, banyak perusahaan-perusahaan merasa perlu untuk memberikan kontribusi diluar perkiraan ekonomis perusahaan. Seiring dengan semakin besar pengaruh perusahaan terhadap kehidupan masyarakat, perusahaan sudah sewajarnya bertanggung jawab terhadap keseluruhan lingkungan, baik intern maupun ekstern perusahaan. Oleh karenanya perusahaan berkewajiban untuk selalu mencari peluang-peluang baru bagi pertumbuhan, tentu saja dengan tetap mempertimbangkan faktor keuntungan dan tingkat pengembalian finansial yang optimal. Perusahaan juga memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, perusahaan juga bertanggung jawab untuk memelihara kualitas lingkungan dimana mereka beroperasi demi peningkatan kualitas hidup masyarakat dalam jangka panjang, baik untuk generasi saat ini maupun bagi generasi penerus.
Memasuki tahun 1990-an, telah banyak perusahaan yang menyadari arti penting dari tanggung jawab sosial, dan memasukkan tanggung jawab sosial dalam isu strategis bisnis mereka. Bahkan tidak jarang perusahaan yang memasukkan isu tanggung jawab sosial ke dalam visi dan misi perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan ini lazim disebut sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Tanggung jawab sosial perusahaan ini, telah tercantum dalam Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas pasal 74 mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan, dimana perusahaan terutama yang berbasis sumber daya alam berkewajiban untuk melaksanakan CSR.
Corporate social responsibility merupakan suatu elemen penting dalam kerangka keberlanjutan usaha suatu industri yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Definisi secara luas yang ditulis sebuah organisasi dunia World Bisnis Council for Sustainable Development (WBCD) menyatakan bahwa CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarga. Sedangkan menurut Ernawan (2007:110) CSR merupakan usaha perusahaan dalam meningkatkan kualitas kehidupan yang mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat menggapai keadaan sosial yang ada, dapat menikmati, memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup.
Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Business in the Community tahun 2001, memberikan sejumlah bukti bahwa semakin banyak perusahaan yang menempatkan masalah-masalah sosial sebagai inti dari strategi pemasarannya. Survei yang meliputi 400 pemimpin bisnis dunia, memperlihatkan bahwa 70% dari CEO menempatkan tanggung jawab sosial sebagai isu yang pokok dari bisnisnya. Para pemasar pun menunjukkan hal yang sama (89%), sementara para pemimpin bisnis mengakui bahwa kegiatan-kegiatan sosial ternyata memberikan manfaat timbal balik (96%). Sejumlah kalangan elit bisnis bahkan sangat mempercayai dan memperkirakan bahwa praktek-praktek seperti ini masih terus tumbuh dalam tahun-tahun mendatang (69%) (www.wikipedia.com).
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh United States-based Business for Social Responsibility (BSR), banyak sekali keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan yang telah mempraktekkan Corporate Social Responsibility antara lain (www.wikipedia.com):
1. Meningkatkan kinerja keuangan.
2. Mengurangi biaya operasional
3. Meningkatkan brand image dan reputasi perusahaan
4. Meningkatkan penjualan dan loyalitas pelanggan
Riset yang dilakukan oleh Roper Search Worldwide dalam Susanto (2007:5) menunjukkan 75% responden memberi nilai lebih kepada produk dan jasa yang dipasarkan oleh perusahaan yang memberi kontribusi nyata kepada komunitas melalui program pengembangan. Sekitar 66% responden juga menunjukkan mereka siap berganti merek kepada merek perusahaan yang memiliki citra sosial yang positif yang didapatkan melalui CSR.
Berdasarkan kedua riset tersebut dapat dilihat bahwa CSR dapat menciptakan Brand loyalty. Dengan adanya CSR, akan memberikan kesan positif terhadap produk. Hal ini akan membuat sebuah merek menjadi lebih dikenal dan diingat, yang membentuk ikatan emosional dibenak konsumen, lama kelamaan ikatan emosional tersebut akan berkembang menjadi brand loyalty yang merupakan bagian dari brand equity (ekuitas merek).
Brand equity juga bisa dibangun melalui kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan dengan penjualan. Brand image yang tinggi dapat dibangun melalui kegiatan-kegiatan yang terangkum dalam Corporate Sosial Responsibility. Kegiatan-kegiatan ini memang tidak secara langsung akan menaikkan penjualan, akan tetapi apabila dilakukan secara tepat, jitu, menyentuh kepentingan-kepentingan sosial dari masyarakat yang sedang menghadapi kesulitan maka Brand Image akan cepat meroket. Mowen dan Minor (2002:108) mendefinisikan brand loyalty sebagai sejauh mana seseorang pelanggan menunjukkan sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tertentu, dan berniat untuk terus membelinya dimasa depan.
Salah satu perusahaan yang menerapkan program CSR adalah Danone Aqua, merek air minum dalam kemasan terkemuka mengumumkan peluncuran program komunitas jangka panjang "1L Aqua untuk 10 L Air Bersih" atau lebih dikenal dengan nama program lanjutan "Satu untuk Sepuluh". Dimana program ini sudah dilaksanakan sejak bulan juli tahun 2007. Program "Satu untuk Sepuluh" merupakan program yang bertujuan untuk mempromosikan hidup sehat dengan menyediakan akses air bersih dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat. Untuk penjualan setiap satu liter produk Aqua berlabel khusus, perusahaan ini berkomitmen untuk memberikan 10 liter air bersih kepada masyarakat yang membutuhkan.
PT Aqua Golden Missippi Indonesia, pada 5 Februari 2009 menerima penghargaan "European Corporate Responsibility Award" dari Orga Consultants, bertempat di Praha, Republik Ceko. Penghargaan tersebut diberikan kepada perusahaan terbaik di Eropa yang menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR). Penghargaan ini diberikan atas keberhasilan Danone Group menerapkan kebijakan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang inovatif dan patut dicontoh.
Telah banyak penelitian yang menyebutkan bahwa program Corporate Social Responsibility ini mendatangkan banyak keuntungan bagi perusahaan dan membawa efek yang positif bagi masyarakat, tetapi “apakah perilaku pembelian konsumen akan terpengaruh oleh program-program Corporate Social Responsibility seperti ini?”. Atas dasar itulah penulis bermaksud untuk mengetahui apakah kegiatan Corporate Social Responsibility yang dilakukan oleh PT. Aqua Golden Missippi Indonesia ini membawa efek langsung terhadap perilaku pembelian konsumen dengan melakukan penelitian yang berjudul “PENGARUH SIKAP KONSUMEN DALAM PENERAPAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP BRAND LOYALTY AIR MINERAL MEREK AQUA (STUDI KASUS PADA MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI FAKILTAS ISIPOL UNIVERSITAS SUMATERA UTARA)”.

Fungsi Bank dalam Mensejahterakan perekonomian Masyarakat

Fungsi Bank dalam Mensejahterakan perekonomian Masyarakat

a.Bank dan Sektor Kerakyatan

Para pengamat ekonomi sering melontarkan kritik terhadap pelaksanaan pembangunan ekonomi manusia Indonesia yang terlalu berorientasi pertumbuhan. Upaya pembangunan ekonomi rakyat perlu diarahkan dengan sikap berpihak untuk mendorong perubahan struktural, dengan cara memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional. Namun untuk menuju kearah perubahan itu, tentunya ada prasyarat yang harus dipenuhi, yakni pengalokasian dan pemberdayaan sumber daya, penguatan kelembagaan , penguasaan teknologi, serta pemberdayaan dari manusia itu sendiri.

Baru setelah seluruh prasyarat tersebut dipenuhi, maka disusun langkah-langkah strategisnya untuk menuju kearah sana. Misalnya, memberikan peluang atau akses yang lebih besar kepada akses produksi, khususnya akses kepada dana. Adanya injeksi dana yang memadai, otomatis menciptakan pembentukan modal bagi usaha rakyat. Yang pada akhirnya mampu meningkatkan produksi dengan baik, memperbesar pendapatan, dan menciptakan tabungan yang dapat digunakan untuk investasi secara berkesinambungan. Disinilah peranan Bank sangat diharapkan keberadaannya. Dalam hubungan ini Bank pelaksana seharusnya melakukan langkah-langkah jauh kedepan yang diberikan kepeda para pengusaha kecil yaitu:

1. Aspek pendanaan

Walaupun tidak wajib, maka untuk mendukung kegiatan operasional usaha kecil, maka perbankan dapat memberi fasilitas kredit, baik dalam bentuk investasi ataupun modal kerja

2. Penguatan Kelembagaan

Pengusaha kecil sebagai pelaku ekonomi harus diakui keberadaannya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, agar ia dapat bangun dan survive dalam melakukan operasinya. Tidak lagi dipandang sebagai unit usaha yang berada dikelas “bawah”sebagaimana penilaian selama ini terhadapnya.

3. Penguasaan/transfer teknologi

Selain pemberian modal, sebaiknya Bank juga memberikan pengetahuan teknologi, sehingga dalam operasionalnya para pengusaha kecil dapat bersaing.

Dalam pemberdayaan usaha kecil oleh Bank sebagai pelaksananya, maka hendak dilakukan dengan batasan dua ukuran, yaitu:

  • Tepat Sasaran

Tepat sasaran disini berarti bahwa Bank harus tepat dalam memilih dan menentukan usaha kecil yang akan dijadikan mitra dalam upaya peningkatan volume usaha dan daya saing usahanya. Sasaran perbankan dalam pengembangan usaha kecil lebih banyak kepada pedagang pasar, perajin, petani, nelayan, pedagang kecil, pengusaha industri kecil dan perorangan yang membutuhkan modal untuk beragam keperluan usaha yang produktif. Mereka inilah yang selama ini terhimpit dan terpinggirkan, sehingga sangat sulit untuk berkembang karena kurang/tidak adanya Bank yang peduli dengannya. Merekalah usahawan-usahawan kecil yang harus menjadi prioritas pemberdayaan. Namun, kerjasama dalam bentuk pembiayaan dan pembinaan ini pun tetap harus mengacu dan memenuhi berbagai syarat, antara lain:

1. Memenuhi aspek yuridis

Kerjasama yang dilakukan antara perbankan dengan usaha kecil tentulah dilandasi dengan adanya suatu perjanjian, yang berisi dan menyangkut berbagai hal yang memenuhi aspek yuridis. Sehingga dalam pelaksanaan pembiayaan dan pembinaannya tidak ada keraguan didalamnya, tidak ada saling kecurigaan dan sebagainya, yang ada hanya kebersamaan dalam win-win solution agreement diantara kedua-duanya.

2. Memenuhi syarat prosedural

Sebelum kerjasama dilakukan, maka berbagai tahap dan prosedur harus terlebih dahulu dilalui, baik oleh perbankan maupun oleh usahawan kecil. Untuk kepentingan ini perbankan telah memiliki sistem dan prosedur yang dapat saja disesuaikan culture bisnis para usahawan kecil, sehingga dalam perjalanannya tidak saling menyalahkan bila terjadi permasalahan.

3. Memenuhi syarat teknis perbankan

Sebagaimana lazimnya suatu pemberian fasilitas kredit oleh Bank kepada calon debiturnya, maka perbankan sebelumnya melakukan kerjasama dengan usahawan kecil seperti pemberian kredit, terlebih dahulu dilakukan analisa kredit secara cermat dan mendalam terhadap berbagai aspek yang melingkupinya.

  • Berdaya guna dan berhasil guna

Yang dimaksud berdaya guna disini adalah bahwa kerjasama yang dilakukan antara perbankan dengan para usahawan kecil haruslah bermanfaat dan berhasil dengan baik sesuai dengan sasaran, tujuan yang dicita-citakan. Dari pengertian tersebut diatas, lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa:

1. Segala fasilitas/bantuan yang diberikan oleh perbankan kepada para pengusaha kecil harus diperuntukkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya sesuai dengan yang diperjanjikan (tidak side streaming)

2. Usahawan kecil dalam menjalankan usahanya berhasil dan menghasilkan, sehingga fasilitas kredit yang diberikan kepadanya dapat dikembalikan dengan pembayaran yang bersumber dari usaha yang dikelolanya, karena usaha inilah yang diberi bantuan kredit.

3. Kemampuan Bank untuk mengakomodasi kebutuhan nasabahnya, dari waktu ke waktu harus terus ditingkatkan sejalan dengan pertumbuhan volume usaha, yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya beli dan daya saing usaha kecil.

Disamping itu, perbankan diharapkan dapat melaksanakan konsep ekonomi kerakyatan, yang benar-benar berorientasi pada kekuatan dan sekaligus kepentingan rakyat banyak, yang ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ada pemihakan sepenuh hati kepada mereka yang lemah dan miskin pada sektor ekonomi, sekaligus menunjukkan kemiskinan di negara ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, tapi setiap individu/badan juga harus turut membantu menyelesaikan belenggu kemiskinan ini.

Bila hal ini berjalan dengan sebagaimana mestinya, maka kerjasama usaha kecil dengan perbankan dapat membuat suatu paradigma baru untuk memberdayakan ekonomi rakyat, karena:

1. Usaha kerjasama ini secara sengaja dibangun untuk berpihak kepada orang miskin (dalam perspektif daya saing ekonomi) dengan memberi kepercayaan kepadanya dalam bentuk permodalan kepada mereka

2. Dana kredit yang diberikan kepada usahawan kecil tersebut, disamping berasal dari dana perbankan juga berasal dari usahawan kecil lainnya yang surplus, sehingga keberadaannya dapat menjadi intermediary bagi mereka yang sebelumnya tidak dapat bersinergi satu sama lainnya.

3. Salah satu program kerjasama ini yang seyoginya dibangun dalam operasionalnya adalah pembinaan kepada para usahawan kecil,pembinaan dapat dilakukan baik terhadap usaha, keuangan dan manajeman, atau paling tidak bagaimana berhubungan dengan lembaga keuangan

4. Bantuan permodalan dan pembinaan yang dilakukan perbankan lebih ditekankan pada sektor ekonomi produksi bukan pada ekonomi konsumsi

Sebaliknya bagi perbankan yang telah membangun kerjasama, tentulah juga mengharapkan dukungan dari semua pihak, yang mengingikan pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada small scale unit. Mengingat masih banyak hal atau prasyarat yang dibutuhkan unit ekonomi ini untuk dapat benar-benar berdaya, bangun dan bersaing dengan unit ekonomi lainnya bahkan untuk skala internasional.Antara lain sebgaimana yang disebutkan oleh prasetyo sudrajat, bahwa pengembangan ekonomi kerakyatan berdasarkan sistem ekonomi pasar modern, paling sedikit harus memenuhi empat syarat (necessary condition):

1. Adanya budaya persaingan sehat (culture for competition). Budaya persaingan sehat perlu disosialisasikan terutama agar yang kalah bersaing tidak melakukan penjarahan, sementara yang menang bersaing dapat lebih meningkatkan efisiensi dan daya saingnya. Harus diakui bahwa, selama pembangunan di orde baru pembentukan budaya persaingan sehat tidak pernah tumbuh didalam pasar, dan bahkan seringkali persaingan tidak itu menjadi momok yang harus dihindari. Ini merupakan kendala dan tantangan terberat dalam melaksanakan sistem ekonomi pasar

2. Tumbuhnya kesempatan berusaha yang makin terbuka secara adil dan merata (equality of opportunity), termasuk kesempatan untuk memperoleh informasi peluang usaha dan pangsa pasar. Disini pemerintah harus menunjukkan kenetralan dengan cara tidak memihak dan transparan dalam dalam menyampaikan informasi peluang usaha dan pasar. Sehingga setiap anggota masyarakat yang akan masuk atau keluar dari pasar memiliki informasi yang sama (tess assimetry of information).

3. Campur tangan pemerintah dibatasi. Artinya, setiap campur tangan pemerintah dalam pasar harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat tanpa ada pengorbanan dari sekelompok masyarakat. Paling sedikit pemerintah hendaknya bersikap netral terhadap seluruh pelaku pasar, wilayah, dan sektor. Kalaupun proaktif, hendaknya mendorong efisiensi, produktivitas dan daya saing ekonomi.

4. Rasa kekeluargaan diantara pelaku pasar. Meskipun terdapat persaingan, nilai-nilai kekeluargaan diantara stakeholders perlu dikembangkan.

b.Bank ikut menggerakkan sektor Riil

Sektor riil mempunyai hubungan simbiosis mutualisme dengan sektor finansial atau moneter. Apalagi nasabah yang dijaring melaui pendanaan usaha produktif, jelas adalah orang-orang yang mempunyai usaha di sektor riil. Pendanaan dan pembinaan diberikan terutama kepada sektor ekonomi produktif, walaupun usaha kecil. Mereka ada yang surplus, seimbang dan defisit dari sisi permodalannya. Disinilah letak peran perbankan dengan kerjasama unit usahanya sebagai finansial intermediary.

Dilihat dari posisi budgetnya, unit usaha ekonomi disektor riil dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Unit ekonomi yang posisi budgetnya seimbang

2. Unit ekonomi yang posisi budgetnya surplus

3. Unit ekonomi yang posisi budgetnya defisit

Sektor riil dan sektor moneter idealnya, dapat berkembang bersama-sama, karena unit ekonomi yang surplus disektor riil dapat meminjamkan uang ke sektor moneter. Sebaliknya, unit ekonomi yang yang defisit disektor riil dapat meminjamkan uang dari sektor moneter. Atau dengan kata lain, sektor finansial meminjam uang dari unit ekonomi surplus disektor riil, dan meminjamkan kembali kepada unit ekonomi defisit disektor riil.

Sebagai akibat pinjaman unit ekonomi defisit kepada sektor finansial, maka unit ekonomi yang bersangkutan dapat berkembang dalam jangka waktu yang relatif pendek. Asalkan, hanya faktor finansial saja yang menyebabkan kurang berkembangnya unit ekonomi tersebut pada masa sebelumnya. Dengan asumsi pula, bahwa unit ekonomi yang bersangkutan berkembang, maka akan berakibat uang yang dapat dipinjamkan ke sektor finansial menjadi lebih besar.

Dengan demikian keberadaan kerjasama ditengah-tengah lingkungan para usahawan (UKM) dapat membantu dan memenuhi kebutuhan para usahawan tersebut. Mengingat selama ini mereka kurang bahkan tidak pernah disentuh oleh lembaga keuangan (Bank). Disamping Bank tidak berminat, karena biaya penanganan (handling cost)nya tinggi. Untuk menjadikan nasabah juga karena usahawan tersebut tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup kuat untuk berhubungan dengan Bank. Akhirnya, melalui usaha kerjasama pembinaan inilah dapat menjadi pemilihan untuk mereka. Bagi mereka yang surplus akan menyimpan dananya pada Bank dan sebaliknya bagi mereka yang defisit juga akan diberi pinjaman oleh Bank yang bersangkutan. Dan bagi mereka semua terdapat pembinaan yang berkesinambungan baik dari Bank tesebut Apabila hal ini berjalan dengan baik, maka:

  • Jadilah mereka sinergi yang kuat, saling berinteraksi dengan saling memberi dan menerima, saling menguntungkan dan akhirnya saling menguntungkan.dan akhirnya saling membutuhkan
  • Meningkatkan daya saing ekonomi, mereka dapat bersaing bukan saja sesama mereka (usaha kecil dan menengah) tetapi diharapkan juga dengan usaha besar, apalagi dengan larangan monopoli.
  • Meningkatkan daya beli, disamping peningkatan daya saing usahanya, maka mereka otomatis juga akan memiliki daya beli yang terus meningkat untuk meningkatkan hidup dan kehidupan keluarga.
  • Meningkatkan omset dan volume usaha, oleh karena daya beli masyarakat yang harus meningkat dari hari ke hari.
  • Meningkatkan pendapatan dan lebih menjamin kesinambungan usaha mereka, oleh karena struktur usaha dapat lebih ditingkatkan, nilai daya saing ekonomi, daya beli masyarakat, omset dan volume usaha, maka peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha dapat lebih terjamin.

Bergeraklah ekonomi sektor riil, walaupun mungkin untuk skala kecil. Tapi harus di ingat pula peran usaha kecil sangat besar dalam menunjang keberhasilan usaha menengah dan besar dalam menggerakkan perekonomian negara ini, mengingat bergeraknya sektor riil juga membuat sektor moneter ikut berkembang dengan baik dan wajar. Sehingga pertumbuhan sektor riil adalah identik dengan pertumbuhan ekonomi.

Tujuan akhir dari segala kompleksitas kegiatan ekonomi adalah tercapainya pertumbuhan sektor riil, yakni pertumbuhan ekonomi secara langsung memberi pengaruh pada tingkat kesejahteraan. Berbagai instrumen, program dan strategi sebenarnya harus bermuara pada tercapainya perbaikan dalam sektor riil yang bisa dinikmati oleh masyarakat luas. Disinilah letak substansi tujuan akhir ekonomi dalam kaitannya dalam usaha mensejahterakan masyarakat.

Sektor moneter adalah instrumen, jembatan, dan mediasi untuk mencapai tujuan akhir tersebut. Berbagai kebijakan deregulasi sektor moneter dan perbankan justru seharusnya mendorong gairah usaha di sektor riil, bukan sebaliknya justru hanya memapankan sektor moneter itu sendiri menjadi sebuah sistem yang eksklusif. Persoalan akan menjadi sangat kritis, jika itu muncul di negara yang sedang berkembang yang sektor riilnya sangat memerlukan dorongan langsung dari sektor moneter. Justru pada awal-awal kebangkitan ekonomi suatu negara diperlukan dukungan yang kuat dari sistem dan kelembagaan sektor moneter, yang ditandai oleh kemampuan yang seimbang antara keduanya, bukan yang satu melejit dan lepas kaitannya dari lainnya. Sektor moneternya tidak sepenuhnya lagi memerlukan kehadiran sektor rill, karena kelembagaannya bisa lepas kaitan sama sekali dan bisa berjalan sebatas lingkungannya sendiri. Dunia perbankan bisa membesarkan lembaganya dengan berbagai strategi yang hanya meli batkan bidang moneter saja. Dilain pihak sebagian sektor riil sangat tergantung kepada sektor moneter karena keperluan modal harus datang dari lembaga perbankan dengan ketersediaan yang harus sesuai dengan ritme usaha. Tanpa dukungan sektor moneter sebagian sektor riil akan lumpuh.

Kini beberapa Bank telah mulai membangun kerjasama dengan berbagai unit usaha di pelosok daerah ini, tinggal bagaimana faktor-faktor pendukungnya untuk menyempurnakan program pemberdayaan sektor riil dan sektor moneter ini, untuk selanjutnya dapat bersaing ke pasar internasional. Dengan adanya pengembangan sektor riil tersebut, maka paling tidak kegiatan bisnis bisa dipertahankan, pengangguran sedikit demi sedikit bisa mendapatkan solusinya, dan gerbong ekonomi mulai bisa berjalan kembali. Dengan adanya pendanaan dan pembinaan dari bank ini diharapkan bahwa semakin banyak pihak yang lebih cendrung untuk menumbuh kembangkan usaha kecil dan menengah, yang akhirnya sebagai arah pengembangan ekonomi. Sebab bukan tidak mungkin dengan arah pengembangan ekonomi yang berdasarkan struktur dengan basis ekonomi rakyat dengan usaha kecil dan menengah untuk peningkatan/pengembangan usahanya. Sedangkan hal-hal penting lainnya perlu mendapatkan bantuan dari semua pihak yang menginginkan terciptanya kekuatan basis ekonomi rakyat. Institusi-institusi sosial dan lapisan ekonomi lapisan bahwa sangat penting untuk dikembangkan. Struktur ekonomi rakyat yang potensial bisa diperkuat dengan berbagai kebijakan dan implementasi di lapangan.

Kebijakan yang perlu dilakukan untuk itu, antara lain:

· Menstransformasikan format kebijakan yang hanya melayani usaha-usaha besar menjadi kebijakan yang lebih berorientasi kebawah. Potensi-potensi ekonomi didalam masyarakat bukan main besarnya, dan kini tidak tumbuh karena kurangnya kebijakan yang kondusif untuk mereka.

· Akses bagi pelaku ekonomi lapisan bawah dan menengah diperluas dan dipermudah sehingga mereka bisa mengembangkan usahanya atas dasar kekuatannya sendiri.

· Kebijakan pembangunan infrastruktur perlu dipertimbangkan untuk kepentingan yang lebih luas sehingga muncul partisipasi ekonomi yang lebih besar dilapisan menengah dan bawah.

· Perlunya kebijakan pemerintah secara konsisten, sistematis, dan dengan komitmen yang tinggi untuk menguatkan kelembagaan dan kondisi intern usaha-usaha kecil dan menengah termasuk institusi hukumnya.


4. Kewajiban Bank terhadap masyarakat

Banyak kewajiban Bank terhadap masyarakat. Berbagai kelompok penduduk mempunyai tuntutan yang berbeda-beda terhadap sebuah Bank. Bank haruslah menyadari tuntutan ini dan menanggapinya. Ditingkat lokal, Bankir diharapkan menyediakan pengetahuan teknis (technical know-how) keuangan bagi masyarakatnya. Kewajiban ini meliputi kepemimpinan (leadership), bimbingan , partisipasi aktif dalam masalah-masalah yang berkenaan dengan pembiayaan masyarakat (publik financing). Bankir yang menaruh perhatian, kualified dan objektif sangat bernilai untuk membantu masyarakat memilih cara-cara terbaik memenuhi kebutuhan-kebutuhan keuangannya.

Walaupun sebuah Bank itu adalah suatu kesatuan perseroan, namun ia tidak lepas dari kewajiban sebagai seorang warganegara yang baik. Sebaliknya, peranan peranan warganegara yang baik itu membawa pula kewajiban untuk memberikan sumbangan pada segala aktivitas masyarakat yang berguna dan konstruktif. Disamping memberikan bimbingan dan penyuluhan dan sebagainya. Para bankir diseluruh negeri telah mencapai rekor yang patut ditiru, yang pasti banyak jasanya untuk melanggengkan sistem perbankan swasta yang inependent.

Kadang-kadang timbul pertanyaan, apakah sebuah Bank boleh memberikan sumbangan yang sedianya menjadi keuntungan Bank tersebut? suatu tes yang banyak dipakai bankir untuk memutuskan apakah ia memberikan sumbangan atau tidak, dan jika ya berapa jumlahnya, adalah: “apakah pengeluaran ini dalam jangka panjang menguntungkan Bank?”. Pendekatan ini dianggap realistis dan tidak egois (selfish), karena para persero memberi kuasa kepada para manajemen untuk menyelenggarakan urusan-urusan Bank sebagai badan usaha dan bukan sebagai badan amal.

Senin, 27 April 2009

Consumer Behavior di Era digital

Pergeseran Perilaku Konsumen

di era Digital

DISUSUN OLEH

NAMA : FIRDAUS

NIM : 060502081

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008

Pergeseran Perilaku Konsumen

di era Digital

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kemajuan teknologi informasi terus mempermudah kehidupan masyarakat, sekaligus kualitas hidup masyarakat itu sendiri dapat ditingkatkan. Sejalan berkembangnya pengetahuan umat manusia, begitu pula dengan perkembangan teknologi informasi tersebut. Fenomena ini melahirkan apa yang kita sebut dengan “era digital”, yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Sehingga hal ini mampu mengubah mindset (pola pikir) manusia baik dalam cara menaggapi masalah, bertindak, life style (gaya hidup), maupun perilaku masyarakat itu sendiri. Sudah tentu hal ini mempengaruhi mereka dalam menentukan barang-barang yang akan mereka beli.

Kepraktisan menjadi pilihan utama mereka, orang cendrung berpikir segala sesuatu perlu efesiensi dan berusaha meninggalkan cara hidup lama era pradigital guna mendapatkan penghidupan yang lebih layak dan lebih baik. Dengan semakin berkembangnya pendidikan orang senantiasa berusaha hidup sesuai dengan zamannya dan cendrung menginginkan penghidupan modern. Kini teknologi informasi terus berkembang luas, jaringan internet bisa diakses hampir keseluruh wilayah nusantara, televisi dan radio merupakan sumber informasi untuk setiap golongan masyarakat. Banyaknya pengaruh luar kini tidak terbendung lagi, hal ini sudah tentu sangat mempengaruhi selera konsumen kita. Keperluan dan permintaan barang akan kian variatif.

Mengingat begitu kuatnya fenomena diera digital ini mempengaruhi perilaku masyarakat kita, maka penulis akan membahas lebih dalam mengenai “Pergeseran Perilaku Konsumen di Era Digital”.

B. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

* Untuk mengetahui sejauh mana, era digital ini mampu mempengaruhi perilaku konsumen

* Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan ere digital ini terhadap kebiasaan konsumsi masayarakat

* Untuk mengetahui strategi apa yang diperlukan oleh perusahaan, guna menyonsong era digital yang sangat informatif

BAB II

PEMBAHASAN

Di era digital dimana bisa dibilang bahwa dunia tanpa batas, segala akses menjadi mudah, pasar-pasar dulunya “Impossible” kini menjadi ” Possible”. Puluhan tahun yang lalu orang hanya terpusat pada lingkungan bisnis yang skupnya masih kecil, karena mereka berada pada pola pikir “Imposible”. Walaupun Vasco Da Gama ratusan tahun yang lalu telah mulai menjelajahi samudera dari Portugal sampai ke India, itu merupakan awal dari globalisasi. Namun sekarang transformasi informasi kian cepat dan mudah sehingga tahap “Impossible” ini bergeser ketahap “possible”. Dalam berbisnis, tidak semua orang mampu meraih popularitas, dengan produk unggulan yang banyak di bicarakan orang. Namun sebenarnya “populer” bukanlah satu-satunya kunci keberhasilan bisnis. Sebenarnya diluar sana masih banyak pasar-pasar yang dalam skala kecil, namun sangat potensial untuk ditebus dan untungnya lagi kadang-kadang pasar ini kurang dilirik oleh orang lain.

Chris Anderson dalam bukunya yang sangat cerdas dengan pandangan optimistik The Long Tail menyebut “produk-produk ternama bersaing dengan pasar-pasar skala kecil (niche) dari berbagai ukuran yang tidak terbatas, mereka tersebar seperti angin sebagai serpihan yang hinggap di niche market yang banyaknya tak terhingga”.

Hal ini menjelaskan bahwa, keberhasilan berbisnis bukan hanya dengan menjual produk-produk yang lagi booming saja, memang secara sendiri-sendiri produk booming ini memiliki daya beli yang tinggi sekaligus perusahaan pun akan mendapatkan omset yang cukup besar. Namun masih banyak produk lain (sejenis) diluar sana yang juga mampu memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan. Walaupun bila dilihat dari penjualannya secara sendiri omsetnya masih kecil, namun jika diakumulasikan bisa jadi penjualan produk-produk yang kurang booming ini memberikan omset penjualan yang lebih besar jika dibandingkan dengan produk yang lagi booming tersebut. karena di ere digital, wilayah pemasaran produk bisa menjadi lebih luas. Hal ini bisa menjangkau pasar-pasar yang memilki karakteristik tersendiri, selara individu bisa berbeda dari selera masyarakat secara umum di suatu tempat. Jika individu yang memiliki selera yang berbeda ini dikumpulkan dan kita berhasil menyediakan produk untuk mereka, omset penjualan yang didapat sangat besar. Hermawan Kartajaya dalam bukunya “Marketing Plus 2000” mengatakan bahwa strategis marketing yang paling “primitif” adalah yang hanya memakai variabel geografis, maka diasumsikan orang yang berada di daerah itu belum diperhitungkan, dianggap orang-orang yang tinggal didaerah tertentu memiliki karakter dan perilaku yang sama.

Namun di era digital hal tersebut sudah tidak berlaku lagi. Dimana dengan kemajuan teknologi informasi, transportasi, budaya yang beraneka ragam membuat perilaku konsumen pun beraneka ragam pula. Untuk itu diperlukan startegi pemasaran yang lebih komplit dengan menyediakan produk-produk yang tidak terbatas melaui era digital. Yang jelas, harus berani menjual produk yang berbeda dari orang lain, mungkin sedikit melawan arus bisnis namun dengan cara seperti ini pebisnis akan lebih mudah masuk kedalam pasar. Karena pesaing yang bermain di lingkaran bisnis tersebut sangatlah minim. Hal ini juga hampir sama dengan apa yang di kemukakan oleh W. Chan Kim dan Renee Mauborgne dalam bukunya Blue Ocean Strategy yang mengatakan bahwa “berbisnis seharusnya keluar dari Samudera merah persaingan berdarah yang berbasiskan kompetisi diganti dengan Blue Ocean strategy dengan cara menciptakan ruang pasar yang belum ada pesaingnya, ditandai oleh ruang pasar yang belum terjelajahi, penciptaan permintaan, dan peluang pertumbuhan yang sangat menguntungkan”.

Diera digital membawa perubahan yang drastis dari strategi pemasaran produk dan distribusi produk karena, bergesernya perilaku konsumen. Kebiasaan/perilaku konsumen yang dulunya hanya melihat pajangan-pajangan produk di outlet, etalase toko, swalayan maupun supermarket kini tergantikan. Keberadaan sistem digital melalui jaringan internet menjadi tempat pajangan-pajangan baru bagi produk-produk yang ingin di pasarkan. Dalam “layar komputer “ empat persegi 12-14 inch ribuan item produk bisa dipajangkan dan bisa dilihat konsumen tanpa harus berkeliling jauh, cukup dengan duduk diam di kursi depan komputer dan pemesanan pun bisa dilakukan secara On-line mau pun melalui via telepon. Tetapi dengan syarat customer haruslah memiliki kartu kredit dalam melakukan transaksi pembayaran. Dapat dicontohkan; SAMSUNG Elektronics memberikan solusi unik untuk memenuhi kebutuhan konsumen. SAMSUNG akan memperluas program pemasaran yang berdasarkan pada CRM (Customer Relationship Management – Manajemen Hubungan Konsumen) di tingkat dunia yang dapat diterapkan untuk semua produk, yang akan mengembangkan program jaringan digital dengan meningkatkan kesesuaian antara produk dengan solusi terbaik untuk melayani konsumen

Ternyata sistem seperti mendapat tanggapan yang positif. Lihat saja kesuksesan Air Asia, bukan hanya mampu menekan biaya yang membuat harga jual tiket pesawat menjadi sangat murah tetapi juga kepraktisan dalam memesan tiket sangat disenangi oleh calon penumpang. Yang jelas, fenomene ini sangat menguntungkan bagi sebagian orang.

Berkembangnya zaman, munculnya emansipasi yang mengorbitkan wanita-wanita karir yang sibuk sehingga cara berbelanja ala era digital dengan akses yang cepat, simple/praktis menjadi pilihan utama bagi sebagian orang tadi dan mulai menjadi trend. Cukup dengan hanya dengan mengakses internet , memilih produk-produk yang ingin dibeli, gunakan kartu kredit, dan barang pesanan pun siap dihantar oleh produsen langsung kerumah si pemesan. Hal ini mulai menjadi gaya hidup terkini dari sebagian masyarakat kita walaupun secara universal tren berbelanja secara manual belum tergantikan posisinya. Hasil riset yang dilakukan oleh Chris Anderson di Amerika sarikat dalam bukunya The Long Tail “saat ini belanja melaui sistem on-line ini telah mengungguli belanja lewat katalog dan telah mencapai kira-kira 5 persen belanja eceran orang Amerika. Dan angka ini masih terus tumbuh dengan kenaikan 25 persen pertahun.

Kemunculan era digital senantiasa merubah perilaku konsumen dalam hal pemilihan produk-produk yang akan mereka konsumsi . Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dapat mengubah sikap dan daya tarik konsumen terhadap suatu produk, namun hal ini tidak sepenuhnya dapat mempengaruhi perilaku konsumen, karena teknologi tidak dapat mengubah karakteristik dan sifat otentik manusia. Hal ini berkaitan dengan keinganan dan emosional manusia itu sendiri yang sebenarnya menjadi pendorong utama sebagai pertimbangan membeli suatu produk. Era digital ini hanyalah menfasilitasi dan sifatnya hanyalah mempengaruhi secara temporer. Era digital hanya membuat pelaku bisnis untuk memodifikasi caranya menjangkau dan memasarkan produk kepada calon pembeli yang potensial.

Jadi pada dasarnya karakteristik dan perilaku konsumen di pra era digital maupun di era digital hampir sama. Hal terpenting adalah bagaimana para pebisnis dapat meyakinkan konsumen yang berawal dari adanya rasa kepercayaan konsumen terhadap pihak-pihak yang menyediakan produk-produk yang mereka perlukan. Karena dalam prakteknya, berbisnis di era digital ini lebih rentan terhadap penipuan. Tanpa adanya tatap muka, dan observasi langsung terhadap produk yang diinginkan dapat saja menimbulkan kecurangan dan penipuan terhadap konsumen.

Adanya banyak keuntungan yang dirasakan oleh konsumen dengan adanya era digital ini, sehingga atas keuntungan yang mereka rasakan itu, kebiasaan diera pra digital mulai mereka tinggalkan. Maka hali ini menimbulkan adanya pergeseran perilaku konsumen. Keuntungan yang mereka (konsumen), diera digital ini antara lain:

· Variasi produk yang ditawarkan lebih banyak, sehingga mempermudah mereka dalam mendapatkan produk yang mereka butuhkan

· Cara berbelanja yang lebih praktis, dan sesuai denga gaya hidup masyarakat modern yang sibuk dan mendahulukan efisiensi.

Namun, bagi sebagian pihak yang tidak terpengaruh akan era digital, mungkin bisa disebabkan kurangnya pengetahuan dibidang teknologi Informasi (IT), sehingga cara berbelanja manual sudah dijadikan sebagai keperluan. Bagi mereka kegiatan belanja merupakan bagian dari rutinitas.

Ada perbedaan lain yang sangat signifikan diera digital dibandingkan era pradigital. Dengan era digital sebagian orang merasa bahwa hidup tidak perlu dibuat susah. Efisiensi dan kepraktisan merupakan alas an utama. Dapat saya contohkan, betapa sepinya took-toko buku semenjak kemunculan Graamedia. Hal ini disebabkan pergeseran perilaku konsumen di era digital; orang mulai bosan menjelajahi barang-barang yang mereka perlukan secara manual. Kepraktisan yang disiapkan oleh database Gramedia membuat mereka cendrung mengunjungi Gramedia. Tidak diperlukan waktu berjam-jam untuk mencari buku yang mereka inginkan, bahkan tidak jarang buku yang mereka cari tidak tersedia. Dengan system on-line Gramedia mampu mengeliminir masalah tersebut. Data-data buku yang di inginkan oleh calon pembeli dapat ditelusur melalui computer yang tersedia disetiap sudut tertentu dari lorong-lorong buku yang dipajang.

Dari hal ini, dapat kita petik bahwa dengan adanya era digital orang cendrung memilih pasar-pasar atau tempat-tempat yang mampu memberikan kepraktisan kepada mereka. Keteraturan letak dan cara belanja yang mudah kini menjadi pilihan utama konsumen.

Uniknya lagi, era digital dengan koneksi internet ini bukan hanya menguntungkan bagi konsumen, tapi juga bagi produsen (perusahaan) itu sendiri. Dengan strategi pemasaran era digital yang praktis tapi mengglobal mampu mengefisiensikankan biaya. Biaya promosi, distribusi bisa menjadi lebih murah. Selain itu, era digital juga mampu membuat kegiatan operasional perusahaan menjadi efekktif dan efesien . Hal inilah yang dialami oleh Toyata melalui sistem persediaannya “Just in Time”, yang memanfaatkan koneksi internet dalam pemesanan bahan baku. Sistem on-line dengan supplier akan kebutuhan bahan baku meminimalisasi biaya penyimpanan, mungkin bisa zero.

Untuk menghadapi pergeseran perilku konsumen diera digital ini seharusnya perusahaan harus menyiapkan strategi khusus, mungkin mereka harus mampu mengikuti trend yang ada dan terus mengembangkan system dan sumber daya yang ada agar sejalan dengan perkembangan zaman dan selera pasar.

BAB III

PENUTUP

A. PENUTUP

Era digital dengan kemajuan teknologi informasi dan koneksi internet sangat menefisiensikan kehidupan masyarakat kita sekarang. Bahkan kini sudh menjadi gaya hidup sebagian masyarakat kita dan mulai menjamur menjadi trend. Tidak bisa di pungkiri lagi, hal ini menimbulkan fenemena baru dimana terjadinya pergeseran perilaku konsumen baik itu barang yang mereka gunakan maupun cara berbelanja mereka yang cendrung mengedepankan kepraktisan dan efisiensi. Mereka mulai meninggalkan cara berbelanja secara manual, bagi sebagian orang yang sibuk cara berbelanja on-line dianggap tidak menambah kesibukan mereka, Cukup dengan hanya dengan mengakses internet , memilih produk-produk yang ingin dibeli, gunakan kartu kredit, dan barang pesanan pun siap dihantar oleh produsen langsung kerumah si pemesan.

Kemunculan era digital mampu mempermudah kehidupan masyarakat kita, sudah tentu konsumen sangat di untungkan. Adapun keuntungan yang dapat diperoleh konsumen di era digital ini adalah sebagai berikut:

· Variasi produk yang ditawarkan lebih banyak, sehingga mempermudah mereka dalam mendapatkan produk yang mereka butuhkan

· Cara berbelanja yang lebih praktis, dan sesuai denga gaya hidup masyarakat modern yang sibuk dan mendahulukan efisiensi.

B. SARAN

Ø Dengan berkembangnya era digital, batas wilayah kian menipis dengan mudahnya teknologi informasi yang maka semakin banyak pula pengaruh-pengaruh dari dunia luar yang cendrung mempengaruhi perilaku konsumen kita, dimana belum tentu perubahan yang terjadi membawa dampak yang positif terhadap konsumen kita, karena banyak pengaruh-pengaruh dari luar tersebut yang justru menimbulkan sikap konsumtif dan juga tidak mencintai produk dalam negeri.

Daftar pustaka

Anderson, Chris, 2007, The Long Tail , Bagaimana Pilihan tak Terbatas Menciptakan Permintaan tak

Terbatas , Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama , Jakarta.

Kartajaya, Hermawan, 2005, Marketing in Venus, PT Gramedia Pustaka, Jakarta.

Kartajaya, Hermawan, 2006, seri 9 Elemen Marketing, On Segmentation, Penerbit MarkPlus&CO dan PT

Mizan Media Pustaka, Bandung.

Kim, Chan.W dan Mauborgne, Renee, 2005, Blue Ocean Strategy, How to Create Uncontested Market

Spaceand Make Competition Irrelevant, Harvard Business School, Boston.

Onggo, Bob Julius, 2006, New Economy Society, WWW. Google.com, 6 April 2004.

No Name, Visi Digital Samsung.